Kemenangan PSS SLeman 3-2 PSIS Semarang dalam pertandingan 8 besar Divisi Utama di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara, Sleman, Yogyakarta, Minggu 26 Oktober 2014, kini menjadi pusat pemberitaan. Tidak hanya jadi jadi pusat pemberitaan lokal, bahkan ada beberapa media asing seperti Dailu Mail, The Guardian, dan 101greatgoals, ramai-ramai membahas insiden memalukan tersebut. Bagaimana tidak, hal yang membuatnya menjadi pusat pemberitaan adalah semua gol yang tercipta adalah hasil dari bunuh diri para pemainnya. Bahasa gaulnya disebut sepak bola gajah. Yang menjadi alasan mereka melakukan hal tersebut, hanya karena enggan bertemu tim kuat dibabak berikutnya. Akibat ulah tersebut, kedua tim didiskualifikasi dari kompetisi Divisi Utama 2014, padahal tinggal selangkah lagi mereka menuju kasta tertinggi sepakbola Indonesia ISL (Indonesia Super Leeague) karena telah mengantongi tiket ke semifinal. (Dikutip dari http://www.tribunnews.com)
Bagi saya hal tersebut sangat memalukan bak lelucon. Kalau boleh saya kasih judul tentu saya kasih judul "Degradasi Mental". Disaat tim-tim papan bawah berjuang dengan penuh kerja keras untuk bisa naik kasta tertinggi sepak bola kita, kedua tim tersebut justru malah membuang kesempatan emas tersebut. Padahal kesuksesan bagi mereka tinggal selangkah lagi, namun sayang mereka sudah menyerah sebelum berperang. Seakan kedua tim mengisyaratkan bahwa keduanya memiliki ketakutan atau phobia pada kegagalan hanya karena kekhawatiran berlebih. Tentu yang dilakukannya karena khawtir dan takut jika di pertandingan berikutnya mereka harus bertemu dengan tim yang digandang-gadang sebagai tim terkuat dan "menakutkan" di kompetisi tersebut.
Banyak orang berpendapat jika kesempatan emas tidak akan datang dua kali. Dan bahkan seorang pemenang pun tidak terlahir dari keberuntungan. Mereka terlahir dari tempaan hidup dan perjuangan yang tak mengenal lelah. Kita tidak akan pernah tahu langkah yang keberapa kita akan menemui kesuksesan. Bisa jadi kita menyerah pada langkah yang tengah kita lakukan, padahal kita tidak tahu satu langkah berikutnya adalah kesuksesan yang akan kita genggam. Kalah dan menang itu bagaikan ritme kehidupan. Semua orang tidak luput dari kekalahan termasuk para jawara sekalipun. Yang membedakan para pemenang dengan pecundang terletak pada respon mereka dalam menanggapi kekalahan tersebut. Kita boleh jadi kalah, tapi pastikan tidak untuk menyerah. Karena untuk jadi seorang pemenang dibutuhkan mental seorang pemenang, bukan mental seorang pecundang.
So, jangan pernah merasa kalah sebelum berperang. Karena sesungguhnya ketakutan kita pada lawan bisa terjadi karena kita terlalu mengagung-agungkan kelebihan lawan dan melupakan kelebihan yang dimiliki. :)
0 comments:
Post a Comment