Bulan september ini rupanya menjadi september ceria bagi sebagian orang, khususnya para jobseeker. Bersamaan dibukanya pendaftaran CPNS, tempat-tempat pelayanan umum pun mulai dibanjiri para pelamar. Mereka rela berbondong-bondong, antri berdesak-desakan, dan menukarkan waktu luangnya demi mendapatkan persyaratan. Bahkan bagi mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan seperti bekerja di BUMN pun ikut partisipasi dalam pendaftaran. Tak heran, walau posisi yang ditawarkan hanya ratusan tapi yang daftar bisa ribuan.
Ada pertanyaan yang membuat saya penasaran. Saat itu, ada teman saya yang sudah bekerja di salah satu perusahaan BUMN mendaftar CPNS. Yang membuat saya pensaran, apa yang menjadi alasan dia mendaftar? Bukankah bekerja di BUMN secara gaji dan fasilitas lebih menjamin dari PNS? Jadi sebenarnya, apa sih alasan banyak orang melamar CPNS dan ingin jadi PNS? Itu memang hak mereka tanpa bisa saya larang.
Dari permasalahan tadi, saya simpulkan ada beberapa alasan mereka mengikuti pendaftaran CPNS.
1. Masih nganggur (coba-coba)
Alasan ini memang tidak bisa disalahkan. Ditengah lapangan kerja yang sulit dan persaingan kerja yang super ketat, justru lulusan sarjana hampir tidak terbendung jumlahnya. Mereka berharap dengan mengikuti tes CPNS, syukur-syukur bisa goal.
2. Jam kerja yang santai
Nah, kalau yang ini memang bisa dibenarkan. Jam kerja PNS berbeda dengan jam kantoran swasta pada umumnya, yang pergi pagi saat matahari belum terbangun dan pulang petang saat matahari sudah tertidur. Banyak yang menganggap jam kerja PNS santai, sehingga untuk usaha sampingan pun bisa dilakukan.
3. Masa depan dan kesehatan terjamin
Alasan ini juga tidak bisa dikesampingkan. Banyak yang beranggapan jika menjadi PNS masa depan (pensiun) terjamin karena akan mendapat uang pensiunan. Kesehatan pun terjamin dengan adanya jaminan kesehatan.
4. Disuruh orangtua
Nah yang terakhir ini sering menjadi perdebatan pendapat dalam keluarga. Bisa saja mereka tidak berminat daftar CPNS, tapi karena orangtua yang nyuruh dan adanya keinginan dari mereka, membuat para jobseeker mengikuti apa kata orangtua.
Selain alasan diatas tentunya ada persyaratan khusus yang tiap instansi yang dilamar bisa berbeda pula persyaratannya. Salah satunya adalah sertifikat TOEFL. Minggu lalu salah seorang teman saya menanyakan kepada saya tentang test TOEFL. Di daerah saya untuk test TOEFL harganya kisaran Rp 350.000. Tentu harga yang mahal untuk seorang jobseeker yang masih nganggur. Belum lagi adanya jaminan lulus dari harga yang dibayarkan. Alih-alih tes, teman saya mencari jalan pintas untuk bisa dapat sertifikat TOEFL tadi. Dan ternyata memang ada, dulu saya pun pernah ditawari seorang teman saat mau mendaftar ke pertamina. Tapi ajakan itu saya tolak. Bagaimana mungkin, sertifikat memang bisa dibeli tapi yang jadi bebannya nanti adalah soal mempertanggungjawabkannya dihadapan para interviewer.
Kita bisa saja membeli ijazah dan sertifikat dengan nilai diatas rata-rata. Tapi jika kita tidak mampu mempertanggungjawabkannya nanti, tentu yang rugi dan malu diri kita sendiri bukan? Untuk apa kita jadi generasi imitasi yang sukses karena jalan pintas. Alih-alih ingin terlihat pintar, justru malah terlihat bodoh dan membodohi diri sendiri.
So, jika apa yang kita lakukan diawala sudah tidak jujur, maka jangan harap jalan yang dilalui akan mujur. :)
0 comments:
Post a Comment