Bulan ini rasanya tidak berlebihan jika disebut bulan penuh kemeriahan. Bukan tanpa alasan, selain ada gelaran sepak bola paling bergengsi di dunia bernama piala dunia, ada duel sengit persaingan capres cawapres yang kian hari menjadi pembahas media sana-sini hingga menjadi trending topic. Namun dari dua moment tersebut, jangan dilupakan moment akbar tahunan yang selalu kita nantikan kedatangannya. Ya, kurang dari seminggu lagi kita akan menyambut bulan ramadhan, bulan penuh rahmat dan ampunan. Tentu tidak semua dari kita bisa merasakan bulan spesial tersebut. Karena belum tentu tahun depan kita bisa merasakan kembali indahnya ramadhan.
Diluar hiruk pikuk, kemeriahan, dan kehebohan piala dunia, kampanye capres pun tak kalah pamor. Berbagai iklan berbalut kampanye pun masif dilakukan para timses masing-masing. Sampai-sampai kita dibuat bingung membedakan antara iklan produk dengan iklan kampanye. Jika segala macam atribut piala dunia dan capres kita persiapkan jauh-jauh hari, dan kita bela timnas jagoan kita dan capres jagoan kita. Lalu, apa yang telah kita siapkan untuk menyambut bulan suci ramadhan?
Semua orang pasti tahu, sebaik-baiknya manusia adalah yang amalan hari ini jauh lebih baik dari amalannya hari kemarin. Dan celakalah jika amal di hari ini jauh lebih buruk dari amalan di hari kemarin. Jangan lupakan makna dari ramadhan itu sendiri dengan di kotori rasa amarah karena fanatisme kita pada apa yang kita dukung dan menurut kita baik. Sebagaimana kita tahu, manusia yang lemah adalah yang mudah tersulut amarahnya dan terprovokasi oleh hal sepele. Ada yang mati-matian membela hal yang belum tentu dibawa mati. Ada yang pro sana-sini tanpa pernah ditelusuri kebenarannya, dan hanya jadi butiran debu yang tertiup angin kemana angin berhembus. Ada juga yang sibuk mencari muka dan dukungan demi popularitas.
Tapi dibalik itu semua, kita harus bisa saling mengingatkan. Jika kita mencintai sesuatu, kita pun akan mati-matian membela apa yang kita cintai (fanatisme). Ya. Terlebih apa yang kita cintai tidak bersandar pada Allah yang memberi cinta. Saat fanatisme muncul dalam diri kita, maka rasa cinta itu seketika akan berubah menjadi hawa nafsu. Dan hal yang paling mudah membedakan hawa nafsu dengan cinta adalah, hawa nafsu itu selalu berdalih dan berlandaskan "yang penting happy" bukan "yang penting benar"! Sekarang kita tahu kan, mana cinta yang fitrah dan mana cinta karena nafsu? So, hati-hati dalam mengelola cinta. Jangan sampai terpenjara kebutaan fanatisme.
Jadi, daripada menyibukan diri memantau perkembangan capres dan cawapres hingga ke acara debatnya, menyerang kubu yang kontra dengan dukungan kita, atau bahkan asik judi bola yang sudah pasti dosanya. Lebih baik sibukkan diri kita untuk menyambut ramadhan. Dengan cara apa? Introspeksi diri! Sudahkah ramadhan kali ini amalan kita telah meningkat? Jika tidak, maka bersyukurlah kita masih diberi umur hingga bisa menikmati keindahan ramadhan kembali :)
0 comments:
Post a Comment