Februari, banyak orang menyebutnya bulan penuh kasih sayang. Banyak acara bertemakan kasih sayang di bulan yang hitungan harinya paling sedikit ini. Termasuk acara pernikahan. Rupanya bulan yang memiliki hari sedikit ini, telah sukses memberi banyak undangan pernikahan, terlebih pada saya. Terhitung dalam 28 hari yang dimiliki saat ini saja, tercatat beberapa undangan para sahabat yang tengah menanti kehadiran saya. hehehe. Belum lagi hampir dipinggiran jalan para janur kuning melambai-lambai seakan meminta untuk ditemani.
Tepatnya minggu kedua dibulan ini, salah seorang sahabat mengundang saya ke acara pengajian H-1 pernikahannya. Seperti biasa, datang dengan undangan pulang bawa amplop. Setelah ngobrol sana-sini, sambil menyelam ngobol minum air. Biasa, kalau sudah bertemu sahabat-sahabat lama, rasanya bahan obrolan seakan tidak ada habisnya. Setelah puas menikmati suguhan dan menghabiskan isi toples, Ustadz yang mengisi pengajian pun datang. Pengajian pun dimulai dengan ceramah. Untuk kesekalian kalinya pepatah "ada ilmu disetiap pertemuan dan ada rezeki disetiap silaturahim" membuktikan kebenarannya. Rezeki yang didapat saya malam itu selain jamuan tadi, waktu berkumpul dengan para sahabat pun bisa ter-realisasi-kan. Dan ilmu yang didapat malam itu pun, khususnya tentang ilmu pernikahan menjadi bertambah. Ingat, ini undangan pengajian pernikahan, bukan acara khitanan.
Setelah mendengarkan dengan seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, ada poin-poin dari isi ceramah tadi yang bisa ditangkap. Tentu saya tidak bisa menjelaskan dan menjabarkan isi detail dari ceramah yang dibawakan Ustadz pengajian dimalam itu. Jika ingin lengkapnya download saja Mp3 nya di 4sh*red. *kalau ada :D Intinya apa yang kita miliki saat ini hanyalah titipan, ya mau barang atau apapun itu. Seperti halnya pasangan hidup. Mereka pun titipan yang harus kita jaga, jangan sampai kita mengecewakan yang menitipkannya pada kita. Karena kesuksesan pernikahan itu tidak hanya dinilai dari ukuran dunia, melainkan akhirat juga. Kalau kita bisa membawa pasangan kita nanti menjadi lebih soleh/ soleha dari sebelumnya, bisa dipastikan kita sukses untuk ukuran dunia dan akhirat. Namun jika sebaliknya, ya gak sukses. Karena sahabat saya mempelai pria, jadi yang dibahasnya seputar imam. Pernikahan itu tidak cukup hanya dengan kasih sayang saja, melainkan perlu kasih uang. Seorang istri butuh nafkah lahir dan batin. Keduanya harus seimbang, jangan sampai sang istri hanya diberikan materi melulu, tetapi lupa diberi ilmu agama, ilmu kehidupan, kasih sayang, dan lain-lain. Atau sebaliknya, sang istri hanya diberikan nasehat, ilmu-ilmu kehidupan, dan sebagainya, tapi tidak sampai dibelikan pakaian, makannya, barang-barang yang dibutuhkannya, dan sebagainya. Bisa-bisa dia jago memberikan nasehat, tetapi keluar rumah tak berbuasana, karena kita sebagai imam keluarga tidak bisa menafkahinya secara lahir.
Begitupun dengan permintaan pasangan. Jangan sampai permintaan yang diinginkan melebihi kemampuan si pasangannya. Ibaratkan baru menikah 1-2 bulan tapi sudah meminta mobil mewah, rumah mewah, dan segala sesuatunya yang tidak disanggupi pasangan, terlebih suami. Pernikahan itu butuh proses, layaknya bayi yang baru lahir tidak mungkin dia bisa langsung berjalan bahkan berlari. Justru dalam proses itulah waktu terbaik untuk saling mengenal karakter asli masing-masing. Jangan sampai kita terkaget-kaget melihat kebiasaan aneh yang tidak dilihat semasa belum jadi pasangan. Memiliki hobi sah saja selama dalam konteks wajar, tidak menganggu peran kita dikeluarga. Kita lihat, sekarang ini lagi musim-musimnya batu akik. Sebagai suami, boleh saja punya hobi koleksi batu akik, namun jangan sampai batu akik kebeli tapi anak dan istri jadi makan batu akik, karena kita tidak mampu belanja kebutuhan hidup. Setelah dua jam berlalu, pengajian pun ditutup do'a untuk mempelai.
Keesokannya pun saya datang ke acara nikahannya. Seperti biasa, lazimnya acara-acara seperti ini pasti banyak orang-orang lintas generasi, lintas gender, lintas profesi hadir dan kumpul untuk sekedar menyicipi hidangan catering memberikan ucapan dan do'a bagi kedua mempelai. FYI karena yang nikahannya cuma berdua, jadi disebut kedua mempelai. Pasti kita pun sering memperhatikan satu sama lain diantara tamu undangan. Mulai dari memperhatikan busana yang dikenakan orang lain, cara makan, cara jalan, hingga memperhatikan target yang kita sasar. Untuk yang terakhir ini berlaku bagi yang sedang dikejar deadline, seperti sahabat saya yang sedang duduk disamping pak kusir saya. Hari semakin panas, tamu undangan semakin berkurang, make up pengantin sudah mulai luntur diiringi kelelahan, dan jamuan catering pun telah mendarat dengan sempurna didalam celengan semar. Waktunya pulang, namun sebelum beranjak rasanya kurang klop jika belum berfoto dengan kedua mempelai. Salah satu kebiasaan saya, berfoto disaat tamu undangan sudah pada sepi supaya bisa bebas mengambil gambar. :D Apa gunanya smartphone jika hanya dipakai untuk SMS-an saja. Hehehe
Sepulangnya dari undangan tadi, saya bersama sahabat pulang walau tak diantar. Setelah jalanan-jalan terlewati, rupanya janur-janur kuning dipinggiran jalan yang dilewati, sudah melambai-lambai memintanya untuk didekati. Terhitung ada 4 janur kuning di hari itu. Terlepas dari janur kuning yang bergentayang tadi, rupanya kereta api dengan semangatnya ingin memeluk menyeruduk kami. Entah apa salah kami, yang jelas kurang dari 100 meter kereta baru terlihat setelah mobil yang kami tumpangi melewati perlintasan rel tanpa palang pintu. Dan, Allah masih sayang kami rupanya. Shocking day yang lumayan memeras adrenalin untuk seorang yang belum menancapkan janur kuning. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya bersyukur, karena kami masih dipercaya untuk bisa memaksimalkan hidup kita dihari esok.
Dalam hidup, kita memang selalu butuh sebuah tanda agar kita tahu mana yang harus kita lewati atau hindari. Saat kita mengalami kegagalan, kita pun harus menandai kegagalan tersebut, supaya kita bisa mengetahui dan menghindari kegagalan yang sama dan berulang dilain hari. Seperti halnya janur kuning tadi yang menandakan jika dijalan tersebut ada acara resepsi pernikahan. Filosofinya bagi saya sederhana. janur kuning bukan hanya penanda adanya acara yang berlangsung, melainkan agar para tamu undangan khususnya yang dari luar kota yang datang dapat mengetahui dengan pasti dan jelas, dimana acara resepsi tersebut berlangsung. Kurang lebih fungsi janur kuning ini bagi saya hampir mirip dengan GPS untuk saat ini. Sedangkan kereta agresif tadi memberikan kita pelajaran akan pentingnya kewaspadaan. Jika kita memiliki impian ataupun inceran, segeralah take action sebelum akhirnya diserobot duluan oleh orang lain. Kalau sudah begitu lagu "sakitnya tuh disini" akan berkumandang dihati kita. Right?
"Entah kenapa, sejak hari itu setiap melihat janur kuning dan mendengar suara kereta, mendadak jadi parno". Begitu kata salah seorang sahabat saya yang sedang mengendarai mobil supaya baik jalannya.
By the way, kapan Anda memasang janur kuning? Hehehe
0 comments:
Post a Comment