Pagi hari di ruang keluarga. Sejenak sebelum menyiapkan diri
untuk berangkat kerja, saya sempatkan diri untuk melihat berita di salah satu
stasiun tv swasta. Saat sarapan belum beres disantap muncul pemberitaan seorang
anakn SD membunuh temannya hanya karena utang seribu rupiah. Seketika itupun
sejenak sarapan pagi saya terhenti. Terheran-heran melihat dan mendengar
pemberitaan tersebut. Seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Tapi itulah
fakta yang terbereritakan dan akan menjadi sebuah cerita bagi terlibat. Seorang
bocah kisaran usia 8 tahun sudah berpikiran kriminal dan tega membunuh temannya
hanya karena masalah sepele yaitu utang. Utang yang nominalnya tidak seberapa,
seribu rupiah akan jauh lebih menyiksanya daripada seribu kata maaf kepada
keluarga korban tersebut.
Suatu hal terjadi tanpa ada sebuah alasan. Begitupun dengan
bocah tersebut. Tidak mungkin dia melakukan sesuatu jika tanpa adanya contoh.
Biasanya anak seusianya cenderung melakukan sesuatu karena melihat orang lain
melakukannya. Mereka cenderung mencontoh dari apa yang lingkungannya lakukan. Bisa
kita lihat, pemberitaan dimedia-media khususnya media elektronik hamper setiap
hari memberitakan tindak kriminalitas. Hampir setiap pagi di berita-berita tv
selalu menyuguhkan tindak kriminalitas. Mulai dari kasus pembunuhan,
pemerkosaan, perampokan, korupsi, dan lain sebagainya dengan berbagai motif dan
modus dari pelakunya. Seakan tidak ada lagi berita inspiratif yang mampu
memberikan pencerahan bagi masyarakat. Tayangan yang inspiratiflah yang kini
lebih dibutuhkan masyarakat. Kualitas berita yang buruk akan membuat kualitas
rakyatnya buruk. Begitupun sebaliknya.
Sudah selayaknya kita lebih selektif untuk memilih tayangan
untuk ditonton, terlebih lagi bagi yang sudah memiliki anak. Selektiflah dalam
memmilihkan tayangan untuk mereka. Jangan sampai anak Anda dewasa sebelum
waktunya, dan melakukan hal yang bisa mencemarkan nama baik keluarga Anda hanya
karena telah melihat tayangan yang tidak semestinya dikonsumsi oleh mereka. Lihatlah
sinetron-sinetron sekarang banyak yang pemainnya anak sekolahan, sementara
ceritanya selalu menyisipkan unsur percintaan dari mereka, yang semestinya
bukanlah peranan yang tepat. Jika kecil sudah pandai bersandiwara, bagaimana
jika mereka telah dewasa nanti? Jangan biarkan mereka tumbuh tanpa bimbingan
dan pengawasan. Ingat, mendidik anak sama dengan mendidik bangsa. Jika generasi
peneru bangsa sudah tidak mampu meneruskan perjuangan pendahulunya, mau jadi
apa bangsa ini? Apakah tinggal menunggu kehancurannya? Karakter bisa dibentuk
dari lingkungan pergaulan. Dan karakter tersebutlah yang akan menjadikan sifat
bagi mereka. Bimbinglah mereka, sebelum kita menangisi penyesalan. Didiklah mereka
sebelum kita dihardik mereka. Ingatlah, mereka adalah titipan Tuhan yang sudah
sewajibnya kita jaga.
0 comments:
Post a Comment